Jakarta,REDAKSI17.COM– Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, memberikan pernyataan yang menarik perhatian dalam acara Bimbingan […]

1TULAH.COM – Demonstrasi besar-besaran mengguncang ibu kota Hungaria, Budapest, yang merupakan salah satu negara anggota NATO. Ratusan ribu orang dilaporkan berunjuk rasa menentang kebijakan Uni Eropa (UE) yang dianggap meningkatkan ketegangan dengan Rusia.

Para demonstran bergerak dari Chain Bridge yang ikonik menuju Pulau Margaret di Sungai Danube pada akhir pekan. Banyak dari mereka membawa bendera dan meneriakkan slogan seperti “Tidak ada perang” dan “Beri kami kedamaian, Tuhan.” Berdasarkan laporan AFP dan Reuters, Senin (3/6/2024), Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban juga turut berorasi, menuduh kepemimpinan Brussel melakukan “hubungan berbahaya dengan Moskow.”

“Belum pernah ada begitu banyak orang yang mengantri untuk perdamaian. Kami adalah korps perdamaian terbesar, pasukan penjaga perdamaian terbesar di Eropa,” kata Orban.

“Eropa harus dicegah agar tidak terburu-buru berperang, menuju kehancurannya sendiri,” tambahnya.

Orban juga menekankan pentingnya mengambil pelajaran dari kehancuran yang dialami negaranya pada Perang Dunia I (PD I) dan Perang Dunia II (PD II), di mana Hungaria kehilangan 1,5 juta nyawa.

“Dalam dua perang dunia, rakyat Hungaria kehilangan 1,5 juta nyawa, dan bersama mereka anak-anak serta cucu-cucu mereka di masa depan,” ujarnya.

“Saya mengatakan ini perlahan-lahan agar Brussel mengerti. Kami tidak akan berperang. Kami tidak akan pergi ke Timur untuk ketiga kalinya, kami tidak akan pergi ke front Rusia lagi,” jelasnya.

“Apakah kita ingin menumpahkan darah Hungaria demi Ukraina? Tidak, kami tidak melakukannya,” katanya lagi.

Orban sendiri dikenal dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sejak perang Rusia-Ukraina dimulai pada Februari 2022, Orban berulang kali memperingatkan UE agar tidak terseret ke dalam konflik besar.

Budapest menolak memberikan bantuan militer ke Ukraina dan mengancam akan memveto bantuan keuangan untuk Kyiv. Orban juga mengkritik keras sanksi ekonomi yang dijatuhkan UE terhadap Moskow, dengan alasan bahwa langkah tersebut merusak perdagangan dan pasokan energi blok tersebut.

Penulis : Dedy Hermawan

Petani di Spanyol dikabarkan melakukan demonstrasi besar-besaran bahkan sampai memblokade jalan. Protes dilakukan sebagai solidaritas untuk rekan-rekan mereka di Uni Eropa (UE) yang mempersoalkan kondisi pertanian Benua Biru.

Para petani Spanyol disebut memblokir lalu lintas di beberapa jalan raya utama negara itu pada Selasa (6/1). Mereka mengeluhkan tingginya biaya pertanian, kerumitan birokrasi, hingga kerasnya persaingan dari negara-negara non-UE.

"Dengan corak yang berbeda, di seluruh Uni Eropa, kita menghadapi masalah yang sama," ucap Wakil Presiden Agricultural Young Farmers Association (ASAJA), Dinaciano Dujo, dilansir dari Reuters, Selasa (6/2/2024). ASAJA adalah salah satu asosiasi petani terbesar di Spanyol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ASAJA dan asosiasi lainnya telah menyerukan protes sejak Kamis (1/2/2034), namun para petani baru turun ke jalan hari ini. Menggunakan traktor, para petani disebut menyebabkan gangguan lalu lintas di seluruh penjuru Spanyol, mulai dari Seville dan Granada di selatan hingga Girona dekat perbatasan Perancis.

Di Girona, sejumlah traktor terlihat berkumpul menjelang hari protes. Mereka membawa plakat bertuliskan 'tanpa petani tidak ada makanan'. "Pedesaan sudah muak," kata Dujo.

Dujo mengatakan pihaknya menuntut peraturan yang dinilai tidak berpihak kepada petani. Aturan itu dinilai membuat mereka kurang kompetetif dibandingkan para petani di kawasan lain seperti Amerika Latin atau negara-negara di Eropa yang tidak bergabung dengan UE.

Dalam sejumlah hari terakhir, suhu protes diketahui semakin meningkat. Di Perancis dan Belgia, sejumlah petani yang melakukan blokade dikabarkan bentrok dengan polisi.

Georgia - Warga Georgia memprotes pemerintah karena membatalkan perundingan dengan Uni Eropa. Unjuk rasa berujung ricuh saat kepolisian menembakkan air dan gas air mata.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Foto: Medcom.id/Anggi Tondi

Demonstrasi ini akan melibatkan ratusan ribu buruh, termasuk guru, di 38 provinsi dan lebih dari 350 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Aksi ini dilakukan untuk memperjuangkan dua isu utama, yaitu kenaikan upah minimum tahun 2025 dan penoalan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja.

"Aksi demonstrasi selama tujuh hari berturut-turut ini akan dilakukan secara serempak di beberapa daerah dan bergelombang di daerah lain. Pada 24 Oktober, aksi dimulai di Jakarta, di mana ribuan buruh akan berkumpul di depan Istana Negara," jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Oktober 2024.

Setelah itu, aksi akan menyebar ke berbagai daerah, seperti Jawa Barat hingga Kepulauan Riau, Batam, hingga ke berbagai kota industri dan pertambangan seperti Surabaya, Medan, Makassar, Kendari, dan Timika pada 25 Oktober, diikuti oleh wilayah-wilayah lainnya hingga 31 Oktober 2024.

Kenaikan upah minimum

Said Iqbal menjelaskan tujuan utama dari aksi ini adalah untuk menuntut kenaikan upah minimum tahun 2025 sebesar delapan persen hingga 10 persen.

Penetapan kenaikan upah ini tidak boleh menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang upah minimum, karena peraturan tersebut saat ini masih dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.

“KSPI dan Partai Buruh telah mengajukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja yang menjadi dasar PP tersebut. Oleh karena itu, KSPI menolak penggunaan PP Nomor 51 sebagai dasar untuk penetapan upah minimum tahun 2025 dan meminta Menteri Ketenagakerjaan ad interim tidak mengambil keputusan apapun terkait upah sebelum hasil uji materi diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar dia,

Selain tuntutan kenaikan upah, KSPI dan Partai Buruh juga mendesak pencabutan UU Cipta Kerja, khususnya kluster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.

UU Cipta Kerja ini dinilai sangat merugikan buruh dan petani, dan proses judicial review terkait undang-undang tersebut saat ini sudah memasuki tahap Rapat Permusyawaratan Hakim di Mahkamah Konstitusi.

Buruh berharap agar undang-undang ini segera dicabut, sesuai dengan uji materi yang sedang berlangsung.

Said Iqbal menekankan bahwa selama dua tahun terakhir, upah buruh tidak naik atau hanya mengalami kenaikan yang berada di bawah tingkat inflasi, sehingga daya beli buruh terus menurun.

Situasi ini diperburuk oleh kabar bahwa pemerintahan yang baru akan menetapkan upah minimum di bawah tingkat inflasi, sebuah langkah yang sangat tidak adil bagi buruh.

Oleh karena itu, ratusan ribu buruh akan turun ke jalan untuk memastikan hak mereka dipertahankan dan diakui.

“Aksi ini akan berlangsung di berbagai kota besar dan kawasan industri, termasuk Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Karawang, Tangerang Raya, Cilegon, Surabaya, Semarang, Medan, Batam, Pontianak, Makassar, Kendari, dan banyak lagi. Di beberapa wilayah, aksi akan dilakukan secara bergelombang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh masing-masing serikat buruh di daerah tersebut,” sebut dia.

Said Iqbal menegaskan bahwa sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024, KSPI dan Partai Buruh tidak akan melakukan aksi. Aksi besar-besaran ini akan dimulai pada 24 Oktober dan berlangsung hingga 31 Oktober 2024, sebagai bentuk desakan kepada pemerintah untuk segera menaikkan upah dan mencabut UU Cipta Kerja.