Kumpulan tanya jawab agama Islam (2) yang diajukan oleh pembaca alkhoirot.net.

Assalamualaikum Ustadz.,

ana mau bertanya Ustadz,tentang hukum halal haram.

Ana bergaul/ataupun menyewa tempat tinggal beramai-ramai alasan biar harga sewa murah.

tentu setiap kebiasaan pribadi berbeda-beda. Contoh teman Ana selalu suka membeli TOGEL/judi nombor slalunya tepat.

1. Ana tanyakan, Apakah hukum menerima makanan yg dibeli dng uang judi tersebut?

2. seandainya di tolak selalu mengatakan bahwa kita orang suci tak mau makan makanan hasil togel.

Salah satu cara untuk menjadi pribadi muslim yang lebih baik adalah memilih pergaulan yang kondusif yang dapat membawa kita pada standar etika dan moral yang lebih tinggi. Kecuali apabila kita memiliki pribadi dan komitmen keagamaan yang sangat kuat yang berniat untuk mempengaruhi lingkungan dan tidak kuatir dipengaruhi. Anda tampaknya termasuk golongan yang pertama yang sebaiknya mencari lingkungan pergaulan yang kondusif.

1. Hukum memakan makanan yang jelas berasal dari uang judi adalah haram. Dalam QS Al-Mukminun 23:51 Allah berfirman: يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحاً

Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dalam menjelaskan ayat di atas, dalam sebuah hadits sahih riwayat Muslim Nabi bersabda: إن الله طيب لا يقبل إلا طيباً، وإن الله تعالى أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين

Artinya: Allah itu baik dan tidak meneirma kecuali kebaikan. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sama dengan apa yang diperintahkan pada para Rasul.

Dalam QS Al Baqarah 2:172 Allah berfirman: يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.

Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang yang memakan makanan haram maka doa dan ibadahnya tidak akan diterima.

Al Khirsi dalam Hasyiyah Al-Udwa menyatakan: ومن كان كل ماله من الحرام، فيحرم أخذ شيء منه، وكذا إذا عُلم أن طعامه اشتراه بعين الحرام

Artinya: Barangsiapa yang seluruh hartanya berasal dari harta haram maka haram pula mengambil sesuatu darinya. Begitu juga apabila diketahui bahwa makanan yang dibeli berasal dari uang haram.

Akan tetapi apabila uang atau harta yang dipakai untuk membeli makanan itu berasal dari uang campuran antara halal dan haram, maka hukumnya makruh memakan makanannya. Lebih detail lihat:

Pelaku dosa harus bertaubat dengan taubat nasuha. Baca detail:

2. Komitmen pada agama harus mengalahkan komitmen kepada teman. Bahkan pada orang tua sekalipun apabila mereka menyuruh berbuat yang buruk, maka perintah orang tua harus dilanggar.

____________________________________________________________

Ass. Ustadz saya mau tanya ,

apakah sah atau tidak apabila bernazar atau bersumpah di dalam hati tanpa diteguhkan atau diniatkan oleh hati sendiri dengan sebenar-benarnya , terimakasih

Nazar baru terjadi apabila diucapkan secara lisan. Apabila masih dalam hati maka nadzarnya tidak terjadi. Artinya, Anda tidak perlu memenuhi atau melaksanakan nadzar yang belum diucapkan dalam bentuk kata-kata. Lebih detail:

______________________________________________________________

Assalamualaikum wr.wb

Pak ustadz,,apakah dengan meminta maaf secara tulus dan ikhlas kepada orang yang bersangkutan, dosa kita kepada orang tersebut akan diampuni oleh Allah SWT,walaupun kita tidak mengungkapkan kesalahan kita satu persatu pada orang tersebut.

Wassalamualaikum wr.wb.

Haqqul adami (hak sesama manusia) ada dua kategori. Pertama, Hak yang terkait dengan harta benda yang dapat dilunasi atau dibayar seperti hutang, atau mencuri. Dalam kasus ini, maka hak-hak tersebut harus ditunaikan atau dipenuhi pada yang berhak.

Kedua, hak yang terkait dengan sesuatu yang tidak dapat dibayar/dilunasi seperti pernah ghibah (Jawa, ngerasani), pernah memfitnah, membohongi, pernah berkata buruk tentang dia, dll. Dalam kasus ini maka meminta maaf secara umum dengan tulus sudah cukup dan tidak perlu mengatakan kesalahan yang dilakukan secara detail. Ini adalah pendapat segolongan ulama yang mengatakan : وإن كان مما لا يستوفى كالغيبة والنميمة والكذب ونحو ذلك، فيكتفي بالدعاء له والاستغفار وذكره بخير

Artinya: Dosa/kesalahan yang tidak dapat dibayar/dilunasi seperti ghibah, memfitnah, berbohong terhadap seseorang, maka cukup dengan mendoakan, meminta maaf dan menyebut kebaikannya.

Namun pendapat jumhur ulama madzhab tetap mewajibkan menyebut kesalahan yang dilakukan selain meminta maaf sebagai syarat meminta maaf atas kesalahan pada manusia yang lain (hak adami) baik dapat dilunasi atau nonmateri. Ini pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki, Syafi'i dan Hanafi). Dasar hukum yang diambil adalah hadtis sahih riwayat Bukhari

من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

Artinya: Barangsiapa mempunyai kesalahan pada saudaranya (sesama manusia) yang menyinggung harga diri atau harta maka hendaknya meminta maaaf (meminta dibebaskan). Apabila dia memiliki amal salih, maka amalnya akan diambil menurut kadar kesalahannya. Apabila dia tidak punya kebaikan, maka diambillah keburukan saudaranya itu menjadi tanggungannya.

Menurut hemat kami, meminta maaf secara umum adalah yang terbaik karena kalau disebutkan secara detail kesalahan yang dilakukan berpotensi akan semakin memperburuk suasana. Namun apabila dengan menyebutkan kesalahan itu secara detail tidak pihak yang dimintai maaf, maka itu akan lebih ideal.

_______________________________________________________________

Saya ZA saya mau tanya,seorang suami yg selalu merantau meninggalkan istri dan anak untuk mencari nafkah di luar negeri 1 thn sekali balik. Karena di jaman sekarang yg serba canggih ini org dapat berhubungan dg org lain melalui internet, jadi akhirnya sang suami banyak mempunyai kawan2 trutama perempuan, oleh karena sang istri mengetahui semua kejadian sang suami alami, akhirnya istri marah dan selalu mencaci maki padahal suami sudah minta maaf dan tidak lagi berbuat seperti dulu. tapi istri tetap saja tdk mau menerima kenyataan.

Yang saya tanyakan apakah seorang istri bisa masuk sorga tanpa ridonya sang suami.

Suami adalah pemimpin rumah tangga yang harus ditaati oleh istri selagi kepemimpinannya tidak bertentangan dengan syariah. Namun seuami juga perlu menampilkan dirinya sebagai sosok pemimpin yang memang layak dihormati.

Sikap istri Anda yang tidak mau memaafkan Anda itu dalam satu sisi justru positif karena itu artinya dia sangat mencintai Anda. Dan karena itu Anda sebaiknya menghadap seorang yang dapat dimintai nasehat dan meminta saran kepadanya agar istri Anda dapat memaafkan dan rumah tangga Anda dapat kembali normal.

Soal istri yang tidak bisa masuk surga, lihat artikel:

___________________________________________________________________

Assalamu'alaikum wr wb

Pada waktu SMA dan aktif di Sie Kerohanian Islam saya dikenalkan dengan

& Rotib al haddad dibaca setiap jum'at ba'da maghrib...sehingga sy merasa menyatu dgn rotib al haddad tsb. hingga sy di tunjuk teman2 untuk memimpin pembacaan rotib.

terlepas dari itu semua background ke islaman saya adalah Muhammadiyah ...

__________________________________________________________

salam. saya mau tanya ! sya menderita penyakit was was akhir2 ini entah kenapa, rasa-rasanya merasa bersalah terus dengan Allah dan Raasulnya...padalah gara2nya cuman kebaca kalimat2 yg menghina Allah dan nabi,,pdhl hati mnyangkal mngatakan itu,namun trus aja menghantui saya dg kata2 yg kurang sopan,,

sya sdh brusaha menambah aktifitas keagamaan, namun masih ada terlintas bisikan itu hingga akhirnya tiap hari saya mnyesal, apakah saya termaasuk orang yg beerdosa bsar kpd Allah ,pdhl sya sangt ingin mhilangkannya wassalm

mohon di jawab ustadz

Kalau memang kata-kata penghinaan yang keluar itu tidak disengaja dan di luar kendali Anda, maka tidak apa-apa. Nabi bersabda dalam sebuah hadits: رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يعقل

Artinya: Ada 3 keadaan yang apabila melakukan kesalahan tidak dicatat: orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai akil baligh, orang gila sampai sembuh.

Namun, begitu ingat Anda hendaknya segera mengucap istighfar kepada Allah.

Akan tetapi karena yang terjadi pada Anda itu semacam penyakit, maka idealnya Anda berkonsultasi ke psikiater atau psikolog untuk mendapat terapi. Di sampng rajin ibadah shalat yang 5 waktu plus

untuk meminta kesembuhan.

_________________________________________

assalamualaikum wr.wb

ustadz aaya pemuda berumur 19 tahun yang sering melakukan maksiat yaitu berupa menjalin hubungan dengan lawan jenis yang disebut pacaran. tp saya suatu ketika pernah mengingkari keharaman dari pacaran tersebut. dan saya tau apabila mengingkari hukum dapat menyebabkan murtad.

peryltanyaan saya. -> Topik ini sudah

______________________________________________________

Diantara perkara yang dapat melanggengkan hafalan yaitu meninggalkan kemaksiyatan, Yang saya tanyakan, bagaimana halnya dengan orang non muslim, apakah mereka juga lupa dengan ilmunya? Atau bagaimana? Mohon maaf bila ada kesalahan

Apa yang Anda katakan bahwa berbuat maksiat dapat menghilangkan atau mengurangi hafalan itu betul. Seperti kata sebuah syair yang konon dibuat oleh Imam Syafi'i [1] dalam syairnya

شكوت إلى وكيع سوء حفظي فأرشدني إلى ترك المعاصي أخبرني بأن العلم نور ونور الله لا يُهدى لعاصي

Artinya: Aku melapor pada Waki' tentang buruknya hafalanku / Dia memberi petunjuk agar menjauhi maksiat.

Dia memberitahuku bahwa ilmu itu adalah cahaya / Dan cahaya Allah tidak diberikan pada pelaku maksiat.

Hafalan itu berbeda dengan pemahaman. Hafalan membutuhkan konsentrasi dan fokus yang sangat tinggi sedang perbuatan maksiat akan dapat mengurangi fokus seseorang karena adanya perasaan dosa dan problema yang lain.

Namun demikian, kita semua tahu bahwa manusia memiliki daya ingat dan daya hafal yang berbeda sejak dia lahir baik dia kafir atau muslim. Orang kafir yang memang ditakdirkan memiliki daya hafal kuat tentu sedikit banyak akan terpengaruh dengan perilaku dosa yang dilakukan, tetapi kekuatan daya hafalnya yang tinggi akan membuatnya tetap mampu untuk melakukan hafalan dengan baik. Begitu juga, seorang muslim yang memiliki daya hafal lemah tetap akan sulit menghafal walaupun dia berusaha tidak melakukan maksiat karena memang IQ yang dimilikinya rendah.

Contoh, si A yang nonmuslim memiliki IQ 130, kalau dia melakukan dosa mungkin akan mengurangi daya hafalnya menjadi, katakalah, 129. Itu masih terhitung tinggi. Sementara si B yang muslim punya IQ di bawah 100. Bagaimanapun taatnya pada ajaran Islam, tetap saja dia tidak akan dapat mengejar daya hafal dan daya ingat yang dimiliki oleh si A yang nonmuslim.

__________________________________________________

Agar Ibadah dan Doa Diterima Allah SWT

1. bagaiamana cara agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT?

2. dan bagaimana agar doa kita dikabulkan oleh Allah SWT? ..

Didik (pertanyaan via Facebook.com/alkhoirot)

1. Khusyu' dalam melaksanakan ibadah. Dan ikhlas dalam mengamalkannya.

2. Ada dua unsur penting agar do'a dikabulkan Allah.

Pertama, berdo'a dengan sungguh-sungguh dan resapi makna yang diucapkan.

Kedua, wujudkan apa yang terucap dalam do'a dalam bentuk usaha yang serius dan kerja keras.

[1] Sebagian pendapat menyatakan bahwa syair tersebut dibuat oleh Ali bin Khashram. Bukan Imam Syafi'i. Karena Waki' bukan guru dari Imam Syafi'i.

_____________________________________________________

Memberikan nafkah kepada keluarga dari harta yang halal adalah sebuah kewajiban. Karena tindakan tersebut juga akan membawa dampak positif, baik bagi pemberi maupun penerima nafkah.

Bagi pemberi nafkah, dia akan mendapatkan pahala dan berkah dari Allah SWT. Sedangkan bagi penerima nafkah, dia akan menerima harta yang halal dan akan terbiasa dengan kebaikan dan berkah.

Lain hal nya ketika seseorang memberikan nafkah keluarganya dari harta yang haram. Akan ada dampak negatif yang ditimbulkan dari pemberi dan penerima nafkah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Si pemberi akan mendapatkan dosa dan murkanya Allah SWT. Sementara bagi si penerima akan akan terbiasa dengan sesuatu yang haram.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 168, Allah SWT telah berfirman, Ia menyuruh hambanya di muka bumi untuk makan dari harta yang halal lagi baik.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Bacaan latin: Ya ayyuhan-nasu kulu mimma fil-ardi halalan tayyiba(n), wa la tattabi'u khutuwatisy-syaitan(i), innahu lakum 'aduwwum mubin(un).

Artinya: "Hai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya dia bagimu merupakan musuh yang nyata"

Dalam tayangan Assalamualaikum Mamah Dedeh Trans 7, Ustazah Dra. Hj. Dede Rosidah alias Mamah Dedeh menjelaskan maksud dari ayat tersebut. Ia berujar, makna dari kata halalan tayyiban di atas adalah halal dalam memperoleh hartanya dengan cara yang baik menurut ajaran Islam.

"Makanlah semua yang ada di muka bumi, syaratnya hanya satu, halalan tayyiban. halalan tayyiban secara hukum, halalan thayyiban secara memperolehnya. Kalau tidak berarti dia ngikutin langkah setan," kata Mamah Dedeh dalam tayangannya yang disiarkan pada tanggal (24/9/2023).

Salah satu contohnya seperti menipu. Meskipun tujuanya baik untuk memberi nafkah keluarga, namun cara untuk memperoleh hartanya tidak benar.

Lantas bagaimana dengan orang yang meminta-minta? Hal ini juga termasuk ke dalam perbuatan tercela. Rasulullah melarang umatnya untuk melakukan perbuatan tersebut karena sangat ngeri hukumannya.

"Rasul mengatakan, kalau orang punya kemampuan tapi dia meminta-minta. Pada hari kiamat nanti menghadap kepada Allah wajahnya tidak ada daging sekerat (secuil) pun. Karena nggak ada rasa malu.

Berikut bunyi haditsnya:

"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya" (HR. Abdullah Bin Umar)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Nabi Muhammad pernah bersabda,

"Barang siapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-akan ia memakan bara api" (HR. Ibnu Khuzaimah)

"Bayangkan, kita beli beras satu karung dua karung. Sedangkan rasul mengatakan kalau ada orang punya makanan buat makan siang, buat makan malam itu sudah termasuk orang kaya. Tidak boleh ia menjadi seorang pengemis, haram hukumnya," tutur Mamah Dedeh.

Betapa Allah tidak suka dengan orang yang meminta-minta. Artinya dia tidak memanfaatkan elemen yang ia miliki di jalan yang Allah ridhoi. Allah tidak menyukai hamba-Nya yang bisa berusaha tetapi mereka memilih meminta-minta kepada orang lain," tukasnya.

Editor: Leonardo Ferdian |

RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO – Zakat sebagai kewajiban dalam Islam, merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mesti dipenuhi oleh setiap muslim. Seiring dengan itu, sedekah juga memiliki peran penting dalam kehidupan umat Islam, di mana memberikan dengan ikhlas untuk membantu sesama merupakan ajaran yang sangat dianjurkan.  Namun, prinsip utama yang harus diperhatikan dalam memberikan zakat dan sedekah adalah bahwa sumber pendapatan yang digunakan haruslah halal. Dalam Islam, kehalalan sumber pendapatan menjadi faktor kritis dalam menentukan keabsahan zakat dan sedekah.

BACA JUGA:Mitos Atau Fakta, Makan Buah Alpukat Bikin Gemuk? Cek Jawabannya Disini!Dilansir dari rbtv.disway.id, menerima zakat atau sedekah dari uang yang diperoleh secara haram, seperti dari praktik yang melanggar prinsip-prinsip syariah, dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam keabsahan amalan tersebut. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang apakah menerima sedekah dari uang haram diperbolehkan dalam Islam.  Ustadz Dasad Latif menjelaskan bahwa kaidah terkait uang haram adalah sangat ketat dalam Islam. Uang yang diperoleh dari aktivitas seperti menang lotre atau judi, bisnis prostitusi, atau sumber yang jelas-jelas melanggar prinsip-prinsip syariah, tidak dapat diterima ketika digunakan untuk membangun masjid atau kegiatan amal lainnya. Allah dianggap Maha Suci dan hanya menerima yang suci.

BACA JUGA:Ini Cara Praktis Atasi Sakit Tenggorokan, Gak Perlu Pakai ObatPentingnya kehalalan sumber pendapatan juga ditegaskan dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa Allah hanya menerima yang baik (thoyyib). Meskipun demikian, Ustadz Dasad Latif menyampaikan bahwa dalam beberapa kondisi tertentu, ketika seseorang atau lembaga penerima sedekah tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber haram, misalnya hadiah atau sedekah dari orang yang bisnisnya tidak diketahui secara pasti, penggunaan harta tersebut tidaklah dianggap dosa. Namun, jika pemberi sedekah dikenal sebagai orang dengan citra buruk yang dekat dengan rezeki haram, maka akan muncul pertanyaan etis. Dalam konteks ini, seseorang atau lembaga penerima sedekah dapat mempertimbangkan kebijakan atau prosedur untuk menilai runutan harta yang disedekahkan, memastikan kehalalannya, dan menentukan langkah yang akan diambil berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

BACA JUGA:Fakta Dibalik Segarnya Es Teh, Bisa Picu Gagal Ginjal, Stroke Hingga JantungUstadz Dasad Latif menjelaskan bahwa pandangan ulama terkait uang haram, seperti uang panas, memiliki dua perspektif yang berbeda. Beberapa ulama berpendapat bahwa meskipun diketahui sebagai uang haram, keberadaan sedekah dapat memutuskan kaitan haramnya. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa jika seseorang mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber yang haram, sebaiknya uang tersebut ditolak. Beberapa ulama berpendapat bahwa meskipun diketahui sebagai uang haram, keberadaan sedekah dapat memutuskan kaitan haramnya. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa jika seseorang mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber yang haram, sebaiknya uang tersebut ditolak. Dalam konteks uang syubhat, yang mencakup uang hasil temuan, uang dari undian, atau pemberian yang tidak diyakini kehalalannya, Ustadz Dasad Latif menyatakan bahwa harta syubhat dapat dibersihkan dengan zakat dan sedekah. Namun, dalam hal uang hasil temuan, disarankan untuk mengumumkan secara luas. Jika tidak ada yang mengambil, sebaiknya disedekahkan dengan niat pahalanya untuk pemilik uang, dan pahala bersedekah juga diberikan kepada yang menemukan. Ustadz Dasad Latif menjelaskan bahwa uang yang diperoleh secara haram tidak dapat dibersihkan dengan cara sedekah, melainkan akan menjadi hak api neraka. Rasulullah SAW telah menyampaikan dalam sabdanya bahwa daging badan yang tumbuh dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka. Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi menyatakan: Artinya: "Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka." (HR. Tirmidzi No. 614). Ustaz Dasad Latif menyarankan untuk segera bertaubat dengan mengikuti 5 langkah berikut ini: 1. Mengucapkan istighfar (Astaghfirullah) 2. Mengakui perbuatannya 3. Berkomitmen untuk tidak mengulanginya 4. Mengganti perbuatan tersebut dengan kebaikan, seperti memberikan zakat dan sedekah 5. Jika terkait dengan harta, segera mengembalikannya. Misalnya, jika harta tersebut diperoleh dari cara yang haram, seperti motor, walaupun sudah bertaubat, sebaiknya segera mengembalikannya kepada yang berhak. Bertaubat dianggap sebagai langkah yang paling benar untuk menjalani kehidupan yang tenang di masa depan. Ustaz Dasad Latif menegaskan bahwa jika kita bertaubat, harta yang diperoleh dari cara yang tidak benar harus disalurkan kepada orang yang berhak, sehingga dosa yang terkait dapat dihapuskan. Dalam kesimpulannya, menerima sedekah dari uang haram dalam Islam menimbulkan ketidakjelasan dan keraguan terhadap keabsahan amalan tersebut. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam memberikan zakat dan sedekah adalah kehalalan sumber pendapatan. Uang yang diperoleh dari aktivitas yang melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti judi, prostitusi, atau kegiatan yang jelas-jelas haram, tidak dapat diterima ketika digunakan untuk amal, seperti membangun masjid.Ustadz Dasad Latif menegaskan bahwa Allah hanya menerima yang suci, dan keberadaan uang haram dapat mempengaruhi keabsahan amalan keagamaan. Meskipun ada pengecualian dalam situasi di mana penerima sedekah tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber yang haram. Dalam menghadapi uang syubhat, seperti hasil temuan atau pemberian yang tidak diyakini kehalalannya, harta tersebut dapat dibersihkan dengan zakat dan sedekah, tetapi transparansi dalam pengumuman penting. Namun, uang hasil dari aktivitas yang jelas-jelas haram tidak dapat dibersihkan dengan cara sedekah. Pentingnya bertaubat menjadi penekanan dalam menjalani kehidupan yang benar di masa depan. Bertaubat melibatkan mengakui kesalahan, berkomitmen untuk tidak mengulanginya, menggantinya dengan kebaikan, dan jika berkaitan dengan harta, mengembalikannya kepada yang berhak. Dengan bertaubat, harta yang diperoleh dari cara yang tidak benar dapat disalurkan kepada orang yang berhak, sehingga dosa yang terkait dapat dihapuskan. Demikian penjelasan mengenai bolehkah menerima sedekah dari uang haram, semoga kita semua mendapatkan rezeki yang halal dan terhindar dari kemaksiatan dunia.(**)

Diasuh Oleh Tgk Alizar Usman*)

Assalamualaikum waramatullahi wabarakatuh.

Yth, Ustaz pengasuh rubrik Kajian Kitab Kuning di Serambinews.com.

Menjelang Pemilu 2024, saya sering mendengar orang berkata boleh mengambil uang yang diberikan oleh calon anggota legislatif (caleg) atau oleh calon kepala daerah.

Bahkan ada beberapa spanduk yang kira-kira bunyinya begini: “Peng tacok, ureung bek tapileh. Caleg beu pungo (Uang diambil, orangnya jangan dipilih. Biar calegnya menjadi gila).

Pertanyaannya? Apa hukumnya mengambil uang yang diberikan oleh caleg? Bolehkan seorang muslim mengambil uang yang diberikan oleh caleg yang mengharapkan kita akan memilihnya, tapi kemudian kita tidak memilihnya?

Terima kasih Ustaz. Semoga Ustaz selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin

Wa’alaikumussalam waramatullahi wabarakatuh.

Pertanyaan seperti sebenarnya sering muncul dalam berbagai forum, baik forum resmi maupun tidak resmi seperti selagi bincang-bincang di kafe sambil ngopi.

Dalam negara yang menganut sistem demokrasi, sangat mungkin bagi semua kalangan masyarakat untuk ikut serta andil, bahkan menjadi pemain, dalam pencalonan diri menjadi legislatif ataupun pemimpin pemerintahan.

Banyak dari lapisan masyarakat yang sebelumnya fokus dalam dunia nonpolitik, kini berpindah masuk dalam percaturan politik dan bergelut memperebutkan kursi kekuasaan.

Dari pengamatan kita di Indonesia, dalam memperoleh suara rakyat, banyak cara yang ditempuh oleh calon legislatif ataupun calon pemimpin.

Sebagian calon ada yang hanya mengandalkan ketenaran di dunia nonpolitik, atau calon yang tidak memiliki ketenaran sama sekali, namun dengan modal finansial yang besar.

Kekuatan finansial tersebut yang kemudian digunakannya sebagai sarana meraih suara mayoritas.

Mereka dengan sangat piawai dalam menutupi money politics yang mereka lancarkan; mulai dari yang berwujud sumbangan terhadap lembaga-lembaga keagamaan dan pendidikan, hingga yang dibungkus rapi dalam bentuk hadiah dan pemberian secara individual.

Sehingga, suap (risywah) sudah tidak lagi dilakukan di bawah meja kekuasaan, namun dengan menu dan aroma yang baru.

Menanggapi fenomena semacam ini, beberapa abad yang lalu Islam telah mengajarkan kepada kita bahwa risywah (sogok) merupakan tindakan yang tidak terpuji. Dari Ibnu Umar r.a, beliau berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صلعم الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ

Rasulullah SAW melaknat penyogok dan penerima sogok (H.R. Abu Daud dan lainnya)

Al-Turmidzi menyatakan hadits ini hasan dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban. (Fath al-Alam karya Zakariya al-Anshariy: 673).

Dalam mengomentari kandungan hadits ini, Zakariya al-Anshariy menjelaskan kepada kita,

وفيه تحريم الرشوة على القاضي وغيره من الولاة لأنها ترفع إليه ليحكم بحق أو ليمتنع من ظلم وكلاهما واجب عليه فلا يجوز أخذ العوض عليه وأما دافعها وهو الراشي فإن توصل بها إلى باطل فحرام عليه، وإن توصل بها إلى تحصيل حق أو دفع ظلم فليس بحرام، ويختلف الحال في جوازه واستحبابه ووجوبه باختلاف المواضع

Dalam hadits memberi petunjuk haram menyogok qadhi dan pemangku kewenangan lainnya. Karena seseorang membuat laporan kepadanya agar mendapat hukum yang haq atau mencegah dari sebuah kedhaliman. Keduanya merupakan kewajibannya. Karena itu tidak boleh mengambil imbalan atas pekerjaannya itu. Adapun pemberinya yaitu penyogok apabila menjadikan sogokan tersebut sebagai perantaraan kepada suatu yang batil, maka hukumnya haram. Adapun apabila sogokannya itu sebagai perantaraan untuk mendapatkan haknya atau menolak kedhaliman, maka ini tidak haram. Terkait dalam hal boleh, anjuran atau wajib, ini tergantung perbedaan kondisinya. (Fath al-Alam karya Zakariya al-Anshariy: 673).

Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Zakariya al-Anshari menegaskankan dalam Ihya ‘Ulumuddin sebagai berikut:

قَالَ الْغَزَالِيُّ فِي الْإِحْيَاءِ الْمَالُ إنْ بُذِلَ لِغَرَضٍ آجِلٍ فَصَدَقَةٌ أَوْ عَاجِلٍ، وَهُوَ مَالٌ فَهِبَةٌ بِشَرْطِ الثَّوَابِ أَوْ عَلَى مُحَرَّمٍ أَوْ وَاجِبٍ مُتَعَيِّنٍ فَرِشْوَةٌ

Imam al-Ghazali mengatakan dalam al-Ihya, jika diberikan harta untuk tujuan mendatang (akhirat), maka dinamakan sadaqah atau untuk tujuan segera (imbalan​​​​​​ dunia) berupa harta maka dinamakan hibah bisyarthi al-tsawab (hibah dengan syarat imbalan). Jika pemberian harta itu atas perkara yang diharamkan atau kewajiban muaya'an (fardhu ‘ain) maka dinamakan risywah.(Asnaa al-Mathaalib, karya Zakaria al-Anshari: IV/300)

Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh dalam fatwanya No. 03 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Umum Menurut Perspektif Islam dalam fatwa point kedua disebutkan: “Memilih pemimpin dan wakil rakyat yang bertaqwa kepada Allah SWT dan menjalankan fardhu ‘ain seperti shalat, dan lain-lain adalah hukumnya wajib.”

Kemudian dalam point kelima disebutkan: “Politik Uang dan atau memberikan sesuatu untuk kemenangan kandidat tertentu hukumnya adalah haram.”

Dan juga point keenam ada pemjelasan berikut ini: “Pemberian sesuatu baik langsung atau tidak langsung yang berkaitan dengan politik adalah perilaku yang tidak terpuji, baik yang memberi atau yang menerima.”

Keterangan-keterangan di atas memberi pemahaman kepada kita sebagai berikut:

1.  Pemangku kewenangan yang diberikan oleh pemerintah seperti qadhi dan lainnya wajib menetapkan/memilih sesuatu dengan kebenaran dan wajib menolak kedhaliman

2.  Memilih pemimpin dan wakil rakyat yang bertaqwa kepada Allah SWT hukumnya wajib

3.  Kewajiban menetapkan/memilih sesuatu dengan kebenaran dan menolak kedhaliman tersebut menjadi alasan hukum haram menerima imbalan apapun dari pihak yang tidak berwenang memberinya. Ini dapat dikatagorikan sebagai risywah yang diharamkan.

4.  Namun demikian, apabila sipemberi imbalan tersebut bertujuan untuk mengambil haknya yang terdhalimi serta tidak ada jalan lain selain dengan cara memberikan imbalan, maka tidak dianggap sebagai risywah. Artinya tidak haram dari sisi pemberi tetapi tetap haram dari sisi penerima

Sesuai dengan uraian di atas, jika kita terapkan untuk penomena yang sudah kita paparkan di awal tulisan ini, yaitu penomena sumbangan terhadap lembaga-lembaga keagamaan dan pendidikan dan lainnya ataupun pemberian secara individual dalam rangka mengubah pilihan si penerima dalam pemilihan legislatif maupun pemilhan calon pemimpin, maka tindakan tersebut merupakan risywah yang diharamkan baik dari sisi pemberi maupun penerimanya.

Kesimpulan ini berdasarkan pemahaman kita berikut ini:

1. Risywah tidak hanya dalam konteks putusan hukum saja, tapi lebih luas dari itu sebagaimana penjelasan pengarang kitab Asnaa al-Mathalib di atas.

Pemilih calon legislatif dan pemilih calon pemimpin merupakan individu yang diberikan kewenangan oleh pemerintah dalam memilih.

Karena itu, individu pemilih dalam hal ini sama hukumnya seperti qadhi dan pemangku kewenangan lainnya.

2.  Pemilih wajib memilih calon legislatif dan calon pemimpin yang sesuai dengan keyakinannya.

Karena itu, apabila menerima imbalan harta dari pihak calon legislatif atau calon pemimpin apakah itu mengubah pilihannya ataupun tidak, hukumnya haram, karena pemilih wajib memilih sesuai keyakinannya meskipun tanpa imbalan apa-apapun.

Ini akan bertambah haram lagi apabila si pemilih mempunyai niat menipu dengan jalan menerima uang tetapi pilihannya tidak berubah sesuai keinginan si pemberi.

(Ini menjadi jawaban pertanyaan di atas, “Apa hukumnya mengambil uang yang diberikan oleh caleg? Bolehkah seorang muslim mengambil uang yang diberikan oleh caleg yang mengharapkan kita akan memilihnya, tapi kemudian kita tidak memilihnya?”)

3.  Apabila pemberian tersebut bertujuan melakukan suatu perbuatan yang diharamkan berupa upaya mengubah pilihan masyarakat dalam memilih pemimpin atau wakilnya dalam pemerintahan dengan jalan pemberian imbalan sejumlah harta.

Ini merupakan tindakan kedhaliman merebut hak orang lain tanpa haq yang diharamkan, baik dari sisi pemberi maupun penerima.

4.  Namun demikian, apabila si pemberi imbalan tersebut bertujuan untuk mengambil haknya yang terdhalimi dan tidak ada jalan lain selain dengan cara memberikan imbalan, maka tidak dianggap sebagai risywah.

Artinya tidak haram dari sisi pemberi tetapi tetap haram dari sisi penerima.

Wallahua’lam bisshawab

*) Salah satu tugas mulia bagi Muslim adalah menjadi penerus risalah kenabian, yakni mensyiarkan Agama Islam dalam berbagai bentuk media.

Serambi Indonesia menyambut baik kerjasama Bidang Dakwah bil Qalam dan Lisan (video) dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh.

Dakwah melalui tulisan diasuh oleh Tgk Alizar Usman, S.Ag, M.Hum, alumni UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Alumni Dayah Istiqamatuddin Darul Muarrif, Lam Ateuk.

Adapun dakwah melalui visual diisi oleh keluarga besar DPP ISAD Aceh.

Dakwah di media besar melalui Serambi Indonesia jangkauannya lebih luas. Dapat dibaca kapan saja dan di mana saja sehingga konten dakwah bisa didapat lebih fleksibel.

Temukan solusi berbagai persoalan ummat di SINI

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengasuh rubrik Konsultasi ZIS Majalah Peduli yang saya hormati. Saya mohon penjelasan, apakah boleh kita bersedekah atau berzakat menggunakan uang haram ? Kalau boleh, apakah bisa uang haram disucikan agar bisa menjadi halal dan bisa disedekahkan? Sekian, dan terimakasih atas jawabannya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Misbahul Munir, Pasuruan, 08127845xxxx

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Misbahul Munir yang terhormat. Dalam sebuah hadis diterangkan, bahwa Allah itu adalah Dzat yang baik, dan tidak menerima suatu ibadah atau suatu amaliah kecuali yang baik-baik saja. Karena itu, Allah tidak akan menerima sedekah atau zakat yang dibayarkan dengan dengan harta yang haram. Bahkan orang yang melakukan hal seperti ini, doa-doanya tidak akan diterima oleh Allah. Bahkan al-Imam al-Ghazali mengatakan, bahwa ongkos pekerjaan yang berhubungan dengan maksiat itu pekerjaan haram adalah haram juga, dan mensedekahkannya juga tidak boleh dan tidak sah.

Al-Imam an-Nawawi dalam al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab juga menukil pendapat dari al-Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki harta yang haram dan ingin bertaubat, maka jika pemilik harta tersebut masih hidup, wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau wakilnya, dan jika pemiliknya sudah meninggal dunia maka harta tersebut diberikan kepada ahli warisnya, dan jika tidak diketahui pemiliknya, maka harta tersebut hendaknya dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum, semisal untuk membangun masjid.

Berdasarkan uraian di atas, berarti diperbolehkan membangun masjid dengan harta yang dihasilkan dari pekerjaan yang haram, seperti harta yang dihasilkan dari penjualan minuman keras, dan hal tersebut dilakukan bukan dalam rangka sedekah, namun sebagai bentuk taubat seseorang yang memiliki harta haram.

Kesimpulannya, bahwa tidak sah sedakah atau zakat dari harta haram. Kemudian jika si pelaku yang memiliki harta haram itu ingin bertaubat, maka harta tersebut harus dikembalikan pada pemiliknya atau wakilnya. Jika pemiliknya sudah wafat, maka serahkan pada ahli warisnya. Namun jika tidak ada, maka harta tersebut ditasarufkan pada kemashlahatan muslimin. Tasaruf ini tidak dikatakan sedekah, namun bentuk pembebasan diri dari harta haram tersebut. Selengkapnya, silakan merujuk pada kitab al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (III/104), al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzdzab (9/351), dan Ihya’ ‘Ulumuddin (II/91). Wallahu a’lam bish-shawab.